Rabu, 31 Juli 2013

STUDI KORELASI FAKTOR AIR SEMEN (WATER CEMENT RATIO) DENGAN KUAT TEKAN BETON STRUKTURAL

Teras Jurnal, Vol.1, No.1, Maret 2011 ISSN 2088-0561

Studi Korelasi Faktor Air Semen Dengan Kuat Tekan Beton Struktural – Wesli, Said 58

STUDI KORELASI FAKTOR AIR SEMEN (WATER CEMENT RATIO) DENGAN KUAT TEKAN BETON STRUKTURAL

Wesli1), Said Jalalul Akbar2), Burhanuddin3)

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh

email: ir_wesli@yahoo.co.id; jaakidani@gmail.com


Pada dasarnya kekuatan beton terhadap tekan cenderung ditentukan oleh
material yang digunakan seperti agregat kasar (kerikil), agregat halus (pasir
kasar dan pasir halus), serta seme, Pada penelitian ini jumlah benda uji
sebanyak 135 benda uji yang terdiri dari bentuk kubus bersisi 15 cm, bentuk
kubus bersisi 20 cm dan bentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30
cm ditinjau dari pengaruh faktor air semen (water cement ratio) yang
selanjutnya disingkat dengan w/c ratio yang dibuat dengan 9 jenis dari w/c
ratio 0,450 sampai dengan w/c ratio 0,650 masing-masing dengan range
0,050 dan diuji dengan mesin tekan dengan berbagai factor umur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton sangat ditentukan oleh
bentuk benda uji, umur benda uji dan faktor air semen (water cement ratio) di
mana diperoleh kesimpulan bahwa makin kecil w/c ratio maka makin besar
kuat tekan beton yang dihasilkan.
Kata kunci: Faktor Air Semen, Kuat Tekan Beton Struktural

1. Pendahuluan
Secara umum para praktisi teknik sipil selalu menggunakan perbandingan
volume untuk membuat beton dalam membuat bangunan-bangunan sederhana dan
campuran yang dipakai biasanya 1:1:2 atau 1:1,5:3 atau 1:2:3 atau 1:2:4 untuk
masing-masing semen, kerikil dan pasir dan diberi air secukupnya, namun hal ini
hanya dapat digunakan untuk konstruksi-konstruksi sederhana sedangkan untuk
konstruksi besar harus dilakukan mix design walaupun hasil akhirnya adalah salah
satu dari perbandingan diatas. Sejak diperkenalkan oleh Abram’s Law tentang
hubungan kuat tekan beton dengan faktor air semen (water cement ratio) maka
dalam teknologi beton sudah dapat dibuat mutu beton sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan konstruksi yang akan dibangun. Berbagai usaha telah dilakukan
untuk memperoleh beton dengan kuat tekan yang besar antara lain dengan
membuat beton yang lebih padat atau beton dengan jumlah pori yang kecil,
beberapa teory seperti Empirical Formula, Bolomey’s Formula dan The Fineness
Modulus Method dipakai untuk membuat beton yang cukup padat. Untuk
mengetahui hubungan kuat tekan dengan faktor air semen (water cement ratio)
maka dilakukan penelitian terhadap 135 benda uji dengan variasi terdiri dari 9
(sembilan) jenis Faktor Air Semen (W/C ratio) dari 0,450 sampai 0,650
menghasilkan 9 (sembilan) jenis perbandingan campuran. Benda uji dibuat
berbentuk kubus dengan sisi 15 cm sebanyak 45 buah, kubus dengan sisi 20 cm
sebanyak 45 buah dan silinder berdiameter 15 cm dengan tinggi 30 cm sebanyak
45 buah, semen dipakai Portland cement Type I, agregat terdiri dari kerikil, pasir
kasar dan pasir halus berasal dari Krueng Peusangan. Sebelum pengecoran sifatsifat
fisik dan kimia dari agregat meliputi analisa saringan, berat jenis, absorbsi,
berat volume dan kandungan bahan organik diperiksa lebih dahulu. Pada waktu
pengecoran kadar air permukaan agregat, kadar pori mortal, temperatur, diperiksa
lebih dahulu dan benda uji dicetak dalam cetakan kubus dan silinder dan setelah
Teras Jurnal, Vol.1, No.1, Maret 2011 ISSN 2088-0561
Studi Korelasi Faktor Air Semen Dengan Kuat Tekan Beton Struktural – Wesli, Said
59
24 jam dicapping dengan pasta semen, cetakan dibuka 24 jam kemudian dan
benda uji selanjutnya direndam dalam air sampai sehari sebelum dilakukan
pengujian kuat tekan. Dari pengolahan data akan diperoleh 9 (sembilan) buah
kurva Hubungan Kuat Tekan dengan Faktor Air Semen (W/C ratio) yang dapat
digunakan untuk mendesign perbandingan campuran beton

2. Pengujian
Pada umumnya dalam teknologi beton hanya dipakai 2 jenis agregat yaitu
agregat kasar (kerikil) dan agregat halus (pasir kasar dan pasir halus), pemakaian
agregat halus selain untuk menghindari pemisahan (segregation) juga untuk
memudahkan mendapatkan susunan butir yang baik. Kuat tekan beton sangat
ditentukan oleh Faktor Air Semen (Water Cement Ratio). Sudah diketahui bahwa
untuk susunan butir tertentu kuat tekan beton sangat ditentukan oleh water W/C
ratio, di mana makin kecil W/C ratio makin besar kuat tekan pasta semen atau
dengan kata lain makin kuat pula ikatan pasta semen dengan agregat yang pada
gilirannya akan semakin besar pula kuat tekan beton tersebut secara keseluruhan.
Material yang digunakan terdiri dari agregat (kerikil, pasir kasar dan pasir halus)
yang diambil dari Krueng Peusangan dan semen menggunakan Portland Cement
Type I serta air secukupnya. Sebelum dipakai agregat telah diperiksa susunan
butir (sieve analysis), berat jenis (specific gravity) baik kering permukaan maupun
kering oven, absorbsi, kandungan bahan organik dan bulk density, untuk
memperoleh data yang kemudian dipakai dalam perencanaan campuran (mix
design). Kerikil sebanyak 15 kg diambil secara acak kemudian diaduk supaya
merata dalam sebuah baskom pengaduk baja, setelah tampak merata kerikil
tersebut dibagi dalam 4 bagian, satu bagian dikeringkan dalam oven selama 24
jam pada temperatur 105ºC, kemudian dari kerikil yang telah dikeringkan tersebut
diambil 3 buah sample masing-masing 1.000 gram untuk diperiksa susunan
butirnya. Pemeriksaan susunan butir pasir kasar dilaksanakan dengan prosedur
yang sama kecuali jumlah material yang diambil secara acak lebih kecil yaitu 10
kg, dan jumlah berat tiap sample 750 gram. Demikian pula pemeriksaan susunan
butir pasir kasar dilakukan dengan cara yang sama hanya saja jumlah material
yang diambil secara acak sebesar 5 kg dan jumlah berat tiap sample 500 gram.

Untuk pemeriksaan berat jenis kerikil tidak dapat dilaksanakan dengan
metode Thaulow karena resiko gelas dapat pecah sangat riskan, pemeriksaan
dapat dilakukan dengan menimbang kerikil tersebut di udara dan di dalam air
dengan bantuan keranjang dan timbangan khusus.
Pemeriksaan berat jenis pasir, baik pasir kasar maupun pasir halus dilakukan
berdasarkan British Standard, Agregat tersebut diambil secara acak masingmasing
10 kg kemudian direndam air selama 24 jam. Agregat yang telah jenuh air
dikeringkan air permukaannya dengan menghamparkannya di atas lantai yang
halus sambil dibalik-balikkan agar pengeringannya merata. Dengan bantuan konis
pasir, dapat diketahui saatnya bahwa pasir sudah dalam keadaan kering
permukaan kemudian sejumlah pasir tersebut ditimbang. Dengan metode Thaulow
yaitu dengan bantuan sebuah gelas dengan tutup plat kaca, rapat udara volume
pasir dapat diketahui, gelas setelah diisi dengan pasir yang sudah diketahui
beratnya diisi dengan air sampai penuh lalu ditutup dengan plat kaca sedemikian
rupa sehingga tidak terdapat rongga udara didalamnya. Gelas dengan kedua belah
tangan dibalik-balikkan sedemikian rupa sehingga gelembung-gelembung udara
keluar. Tutup dibuka untuk penambahan air dan pekerjaan tersebut diulangi
sampai semua udara keluar lalu gelas ditimbang.
Teras Jurnal, Vol.1, No.1, Maret 2011 ISSN 2088-0561
Studi Korelasi Faktor Air Semen Dengan Kuat Tekan Beton Struktural – Wesli, Said
61
Agregat (pasir halus, pasir kasar dan kerikil) masing-masing diambil 20 kg
secara acak lalu di oven selama 24 jam. Agregat yang telah dioven tersebut
diisikan kedalam sebuah container dalam 3 lapisan, lebih kurang dengan volume
yang sama dimana setiap lapisan ditumbuk dengan sebatang tongkat baja panjang
60 cm dengan diameter 16 mm kemudian agregat diratakan lalu ditimbang.
Apabila berat dan volume container sebelumnya sudah diketahui maka dapat
dihitung berat volume (bulk density) dari agregat tersebut. Berat Jenis, Absorbsi
dan Berat volume agregat

Beberapa jenis bahan organik seperti Humic Acid bila terdapat dalam
agregat dalam jumlah tertentu dapat mengganggu waktu pengerasan dan bahkan
dapat mengurangi kekuatan beton. Pengujian terhadap kadar bahan organik
dilakukan dengan memasukkan 130 ml pasir kedalam gelas ukur, kemudian
ditambahkan larutan sodium hydroxide (NaOH) 3% hingga volume campuran
menjadi 200 ml. Setelah dikocok sedikit campuran dibiarkan selama 24 jam.
Pengamatan terhadap warna campuran setelah 24 jam ternyata berwarna kuning
bersih yang berarti pasir bersih. Benda uji yang terdiri dari 135 buah dengan
bentuk kubus sisi 15 cm, kubus sisi 20 dan silinder diameter 15 cm dengan tinggi
30 cm dibuat dengan 9 jenis W/C ratio dengan 9 jenis campuran untuk dicoba
kuat tekannya. Untuk mendekati daerah baik sekali dari daerah susunan butir
dipakai perhitungan dengan menggunakan data-data Fineness Modulus (FM) dari
agregat dengan rumus:
FM (camp) = { FM (fs) x X } + { FM (cs) x (1 – X) } ( 6 )
di mana:
FM (camp) = Fineness Modulus campuran yang diinginkan
FM (fs) = Fineness Modulus pasir halus
FM (cs) = Fineness Modulus pasir kasar
X = Bagian dari pasir halus
(1 – X) = Bagian dari pasir kasar

Fineness Modulus agregat campuran dari daerah baik sekali adalah 5,365
oleh karena itu perbandingan campuran harus sedemikian rupa sehingga Fineness
Modulus Campuran FM (camp) agregat mendekati angka tersebut. Langkah pertama
dicampur lebih dulu pasir halus dan pasir kasar dengan FM(camp) dipilih dalam
batas 2,4-3,0 dengan demikian dapat ditentukan perbandingan campuran agregat
halus yaitu campuran pasir halus dan pasir kasar dengan FM(camp) yang dipilih,
umpamanya 3 Dengan FM agregat halus ini dapat ditentukan perbandingan
campuran agregat halus dan agregat kasar dengan metode ACI. Setelah
perbandingan campuran ketiga jenis agregat diketahui perlu dichek apakah
fineness modulus agregat campuran tersebut mendekati 5,365. Dengan
mengulangi percobaan campuran ini sebanyak 3 kali putaran biasanya telah dapat
disusun suatu susunan butir mendekati daerah susunan butir baik sekali. Setelah
perbandingan campuran dihitung pekerjaan dilanjutkan dengan pengecoran benda
uji. Setiap jenis W/C ratio, pengecoran dilakukan 3 kali dengan setiap kali
pengecoran menghasilkan 80 liter mortal. Sebelum pengecoran banyaknya air
permukaan agregat diperiksa dahulu untuk menentukan jumlah air yang
diperlukan setepat-tepatnya, kemudian ditentukan jumlah masing-masing bahan
tersebut dalam berat dengan menimbang masing-masing bahan. Sebelum
pengecoran semua alat seperti molen, plat baja untuk mortal dan sekop dicuci
lebih dulu dengan mortal serapan agar nantinya tidak akan menyerap air semen
mortal, W/C ratio mortal serapan dibuat sama dengan W/C ratio mortal yang akan
dicor. Setelah semua siap pengecoran dimulai dengan memasukkan berturut-turut
pasir halus, pasir kasar, semen, kerikil dan air kedalam molen lalu dilakukan
pengadukan selama 5 menit. Kemudian Mortal dituangkan kedalam plat baja dan
sementara belum dicor diperiksa lebih dulu Slump, kadar pori, temperatur (Ruang
dan mortal) serta berat volume, apabila semua data yang diperoleh mendekati data
perencanaan maka pengecoran dapat dilanjutkan dengan mencetak benda uji
kedalam cetakan-cetakan yang telah dipersiapkan. Mortal diisi dalam 3 lapisan
yang dipadatkan dengan tongkat baja panjang 60 cm diameter 16 mm dan tiap
lapisan dipadatkan dengan 25 kali tumbukan. Setelah 24 jam permukaan benda uji
dikasarkan dengan sikat baja lalu dicapping dengan pasta semen W/C ratio 0,28
dan apabila capping sudah berumur 24 jam cetakan dibuka lalu benda uji
direndam ke dalam air. Benda uji dikeluarkan dari dalam air beberapa jam
sebelum percobaan pembebanan dilakukan, masing-masing pada umur 7 hari, 14
hari dan 28 hari. Percobaan pembebanan tekan dilakukan dengan mesin kapasitas
300 ton sampai hancur, sebelum pembebanan dilakukan berat masing-masing
benda uji ditimbang dan diukur lebih dahulu.

3. Hasil dan Pembahasan
Setelah mortal diaduk merata dalam molen, mortal dituangkan kedalam
wadah baja untuk selanjutnya diperiksa slump, kadar pori, temperatur mortal dan
berat volume agregat, hasil pemeriksaan seperti diperlihatkan Tabel 4. Tinggi
slump direncanakan sama untuk semua jenis W/C ratio yaitu 8 s/d 10 cm, dan
berdasarkan American Concrete Institute (ACI) maka untuk agregat dengan
diameter maksimum 31,5 mm untuk 1 m; beton dibutuhkan air sebanyak 183,3 kg
dan ternyata dengan air sebanyak tersebut dihasilkan slump rata-rata sebesar
8,73cm. Dari data-data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perkiraan
jumlah air yang dibutuhkan untuk 1 m; mortal beton untuk suatu tinggi slump
Teras Jurnal, Vol.1, No.1, Maret 2011 ISSN 2088-0561
Studi Korelasi Faktor Air Semen Dengan Kuat Tekan Beton Struktural – Wesli, Said
63
yang diinginkan dapat dipakai metoda ACI. Kadar Pori Udara rata-rata dari 27
kali pengecoran adalah 2,72%, di mana kadar pori udara ditentukan oleh berbagai
factor antara lain yang terpenting adalah cara pemadatan dan jenis semen yang
dipakai. Makin banyak kadar pori maka makin rendah mutu beton yang dihasilkan
walaupun beton dengan kadar pori yang sedikit lebih besar memang diperlukan
untuk beton yang menghadapi pengaruh mencair dan membekunya Es dinegaranegara
sub tropis. Kadar pori sebesar tersebut di atas dipandang masih dalam
batas yang lazim bagi jenis Portland Cement Type I yang biasanya berkisar dari
0,5% sampai dengan 2,5%.

Temperatur mortal rata-rata 28,83ºC dipandang cukup baik karena
perbedaannya terhadap temperatur kamar rata-rata sebesar 28,37ºC masih dalam
batas yang wajar di mana jika perbedaan temperatur yang besar akan
menyebabkan cacat-cacat awal pada benda uji berupa retak rambut antara mortal
dan agregat yang akan menyebabkan rendahnya mutu beton baik kuat tekan
maupun terhadap pemikulan momen. Berat 1 m; mortal pada waktu perencanaan
diperkirakan dengan bantuan metoda ACI sebesar 2394,5 kg. Dibandingkan
dengan data yang diperoleh bahwa berat volume mortal sebesar 2,3598 kg/l atau
2359,80 kg/m; maka perkiraan tersebut dipandang sudah cukup baik, hal ini
sesuai dengan pendekatan FM (camp) daerah baik sekali seperti telah diperlihatkan
pada Tabel 3, sebagai salah satu pendekatan perencanaan perbandingan campuran
beton. Sebelum benda uji dicoba kuat tekannya, benda uji diukur dimensinya
kembali untuk perhitungan volume dari masing-masing benda uji tersebut secara
tepat, hasil pengukuran menunjukkan bahwa ukuran benda uji tersebut sesuai
dengan dimensi-dimensi pengenal cetakan. Penyimpangan dari dimensi pengenal
cetakan dapat terjadi bila penyetelan cetakan kurang sempurna, setelah semua
pengukurt selesai maka pekerjaan dilanjutkan dengan percobaaan pembebanan.
Perbedaan berat volume benda uji dapat terjadi bila pemadatan pada waktu
pengecoran berbeda diantara benda-benda uji. Tabel 5 menunjukkan hubungan
diantara variable yang mungkin mempengaruhi berat volume dari beton. Dari data
tersebut ternyata W/C ratio tidak mempengaruhi berat volume beton, hal ini dapat
diterangkan bahwa berat volume beton sangat ditentukan oleh berat agregat,
dengan demikian dapat dikatakan bahwa berat volume beton sangat ditentukan
oleh diameter dari agregat. Dari data tampak juga bahwa berat volume tidak
Teras Jurnal, Vol.1, No.1, Maret 2011 ISSN 2088-0561
Studi Korelasi Faktor Air Semen Dengan Kuat Tekan Beton Struktural – Wesli, Said
64
dipengaruhi oleh umur beton, hal ini disebabkan terutama bahwa sebagian kecil
saja dari air pori yang menguap, walaupun air pori sesungguhnya sangat sedikit
dalam beton. Bila dibandingkan dengan berat mortal rata-rata sebesar 2359,8
kg/m; ternyata berat beton lebih besar dari pada berat mortal yaitu 2420,37
kg/m; atau lebih berat sebesar 2,61%. Perbedaan berat ini dianggap cukup kecil
dan dapat dianggap sebagian adalah akibat kesalahan pengukuran dalam
pelaksanaan dan sebagian lagi adalah akibat air pori yang meresap kedalam benda
uji terutama benda uji yang mempunyai W/C ratio lebih besar.

Dalam praktek sering kali tidak tersedia cukup waktu untuk menunggu hasil
percobaan Mix Design sampai 28 hari, oleh karena itu diperlukan adanya
pegangan untuk mendesign campuran untuk suatu mutu beton tertentu yang
diinginkan tetapi hasilnya dapat diperoleh dalam waktu 1 atau 2 minggu. Pada
Gambar 2 diperlihatkan hubungan kuat tekan beton dengan W/C Ratio beton
kubus bersisi 15 cm pada umur 14 hari. Pada gambar 3 dapat dilihat hubungan
kuat tekan dengan W/C Ratio beton kubus bersisi 15 cm pada umur 28 hari.

Walaupun jarang ditemui dalam praktek penelitian ini juga menyajikan hubungan
kuat tekan dengan W/C Ratio beton bersisi 20 cm. Pada gambar 4 dapat dilihat
hubungan kuat tekan W/C Ratio beton kubus bersisi 20 cm pada umur 7 hari.
Penggunaan benda uji kubus bersisi 20 cm masih merupakan benda uji penelitian
untuk beton dengan diameter agregat maksimum tetapi kadang-kadang karena
kebetulan cetakan benda uji tersedia di laboratorium, benda uji berukuran besar,
ini sering dipakai untuk Mix Design. Kuat tekan yang diinginkan kemudian dapat
di konversikan kedalam kuat tekan beton bersisi 15 cm atau silinder diameter 15
cm dengan tinggi 30 cm dengan mengalikan pada factor bentuk.

3.1.3 Hubungan kuat tekan antara benda uji
Pada Tabel 11 diperlihatkan hubungan kuat tekan kubus bersisi 15 cm,
kubus bersisi 20 cm dan silinder berdiameter 15 cm dengan tinggi 30 cm pada
umur 28 hari. Bila dibandingkan dengan angka-angka yang dipakai dalam PBI
1971 yaitu kubus bersisi 15 cm, kubus bersisi 20 cm dan silinder dengan diameter
15 cm yang tingginya 30 cm masing-masing besarnya 100%, 95 %, dan 83%,
factor hasil penelitian adalah relatif kecil.
Faktor hubungan antara kubus bersisi 20 cm dan silinder berdiameter 15 cm
dengan tinggi 30 cm. The European Concrete Committee merekomendasikan 80%
sedangkan dilain pihak Badan ini berdasarkan hasil percobaan mengakui bahwa
factor tersebut berkisar dari 72% sampai dengan 100%.
4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian di atas dapat diambil kesimpulan-kesimpulan sebagai
berikut:

1. Jumlah air yang diperlukan dalam tiap 1 m; mortal beton, untuk tinggi slump
tertentu yang direkomendasikan American Concrete Institute (ACI) cukup baik
untuk dipakai di Indonesia.
Teras Jurnal, Vol.1, No.1, Maret 2011 ISSN 2088-0561
Studi Korelasi Faktor Air Semen Dengan Kuat Tekan Beton Struktural – Wesli, Said
69

2. Besarnya kadar pori ditentukan oleh jenis Portland Cement (PC) yang
digunakan, makin tinggi kadar pori maka makin rendah mutu beton.

3. Berat volume mortal tentative yang direkomendasikan oleh ACI cukup baik
untuk dipakai di Indonesia demikian pula berat volume beton setelah
mengeras.

4. Kuat tekan beton ditentukan oleh Faktor Air Semen (Water Cement Ratio)
W/C Ratio dimana makin kecil W/C Ratio maka makin besar kuat tekan
betonnya. Kuat tekan beton yang didesign berdasarkan ACI hanya
menghasilkan 73% kuat tekan ACI.

5. Hubungan kuat tekan dengan umur beton yang ditentukan oleh Peraturan Beton
Indonesia (PBI 1971) cukup baik untuk dipakai memperkirakan kuat tekan
beton pada umur 28 hari.

6. Hubungan kuat tekan antara berbagai jenis benda uji yang dicantumkan dalam
PBI 1971 terlalu besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diberikan rekomendasi kepada para pihak
terkait tentang penyediaan anggaran untuk penelitian supaya dapat diperbanyak
dan dipermudah dengan demikian dapat memberikan kesempatan kepada para
dosen di perguruan tinggi untguk melakukan penelitian. Selain itu perlu difikirkan
Penataran atau seminar supaya dapat diarahkan kepada pekerjaan penelitian
sehingga iklim penelitian dimasa yang akan datang dikalangan para dosen dapat
lebih meningkat lagi.


Daftar Kepustakaan
1. Anonim, 1971, ACI Committee 211, Recomended Practice for Selecting
Proportion for Normal and Heavyweight Concrete, American Concrete
Institute
2. Anonim, 1971, Panitia Pembaharuan PBI, Peraturan Beton Bertulang
Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Jakarta
3. Anonim, 1972, Yayasan Dana Normalisasi Indonesia, Peraturan Semen
Portland Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik,
Jakarta
4. Anonim, 1979, Annual Book of ASTM Standard, Concrete and Mineral
Aggregates, New York
5. Saroka, I, 1979, Portland Cement Pasta and Concrete, The Mc Millan Press
Ltd, London

Tidak ada komentar:

Posting Komentar