Kamis, 26 Januari 2017

EMPAT INVESTOR BARU AKAN INVESTASI US$ 3 MILIAR



Indonesia Incaran Perusahaan Semen Asia

Di tengah menurunnya pertumbuhan ekonomi kawasan Asia, Indonesia yang memiliki pasar semen besar dan prospektif menjadi incaran perusahaan-perusahaan negara tetangga seperti Thailand dan RRT. Ruang pertumbuhan penjualan semen masih besar, karena konsumsi semen dalam negeri baru 241 kg per kapita per tahun, jauh di bawah rata-rata negara Asean yang lain sebesar 400 kg. Apalagi, pemerintahan Joko Widodo kini gencar membangun infrastruktur yang membutuhkan banyak semen.
Selama ini, kebutuhan konsumsi yang meningkat dapat dipenuhi dari hasil produksi pabrik semen dalam negeri, bahkan sekitar 10 tahun terakhir kita bisa melakukan ekspor berkisar 0,21 juta-7,7 juta ton per tahun. Namun demikian, harga semen Indonesia masih terbilang tinggi. Potensi keuntungan yang masih tebal tersebut plus telah diberlakukannya pasar bebas Asean maupun Asean-Tiongkok membuat perusahaan semen dari Thailand maupun RTT masuk ke Indonesia. Apalagi, pasar mereka lesu seiring surutnya pertumbuhan ekonomi negaranya, padahal kelebihan pasokan semennya tidak bisa diekspor terlalu jauh seperti ke Amerika dan Eropa.

Menyusul perusahaan semen Thailand yang terus berekspansi di Indonesia, kini masuk CNBM dari Tiongkok dan Lucky Cement Taiwan yang berpatungan dengan perusahaan Indonesia, Fajar Semen Barru. Selain itu, ada Ultratech asal India yang tergiur masuk industri semen nasional yang berprospek cerah ini. Tak ketinggalan dari dalam negeri, Medco Group juga berencana masuk industri semen. Empat perusahaan semen baru itu berencana membangun pabrik dengan total kapasitas terpasang 12,1 juta ton per tahun, yang total investasinya diperkirakan US$ 1,4 miliar-3 miliar.

Masuknya pemain semen baru membuat kompetisi di pasar semen nasional kian sengit. Sebab, beberapa pemain baru berani membanting harga jual untuk merebut hati konsumen. Keadaan ini memaksa pemain besar menurunkan harga jual untuk menyelamatkan pangsa pasar.
Demikian rangkuman keterangan Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso, Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Tbk (SI) Agung Wiharto, analis Trimegah Securities Jennifer Yapply, serta analis Ciptadana Securities Andre Susanto. Mereka memberikan keterangan secara terpisah di Jakarta belum lama ini.

Di tengah kondisi pelemahan pertumbuhan ekonomi Asia, Widodo Santoso mengatakan, pasar semen Indonesia masih tumbuh. Penjualan semen domestik tahun ini diperkirakan naik 4-5% menjadi 63 juta ton, dari 2015 sebanyak 60 juta ton. Katalis pertumbuhan penjualan semen adalah maraknya proyek infrastruktur pemerintah dan proyek-proyek strategis pemerintah maupun swasta, seperti pembangkit listrik, smelter, serta pabrik pupuk dan kertas.

"Meski demikian, pemerintah perlu memproteksi pasar semen domestik dari serbuan produk impor. Sebab, kapasitas terpasang industri semen nasional saat ini sudah sangat besar. Awal tahun ini, sebanyak empat pabrik baru semen berkapasitas 14 juta ton per tahun beroperasi," kata Widodo Santoso.

Widodo pun berharap, program pembangunan infrastruktur bisa berjalan lancar, baik dari sisi realisasi anggaran pemerintah maupun anggaran investor BUMN. Dengan demikian, produksi semen di dalam negeri bisa diserap dengan baik, mengingat produsen semen telah menggelontorkan triliunan rupiah untuk pembangunan pabriknya.

Agung mengatakan, permintaan semen nasional diperkirakan tumbuh 4-5% pada 2016. Seiring dengan itu, pihaknya berharap mampu menaikkan produksi hingga 4-5% dibanding tahun lalu.
"Kami akan mencoba mempertahankan pangsa pasar sebanyak 42-44%. Target kami tidak muluk-muluk, karena pemain di sektor ini juga semakin banyak," ujar dia.

Agung menambahkan, pihaknya tidak bisa mencegah masuknya investor-investor baru di industri semen dalam negeri, karena sektor ini memang terbuka untuk asing. "Untuk menghadapi hal itu, kami akan terus meningkatkan produktivitas, infrastruktur, dan efisiensi. Kami mengupayakan kualitas semakin baik dan harga bisa semakin ditekan, sehingga mampu menaikkan daya saing produk kami di pasar," ujar dia.

Mesin Tiongkok Murah

Sementara itu, berdasarkan data Trimegah, Ultratech asal India berencana membangun pabrik semen di Wonogiri, Jawa Tengah, dengan kapasitas 4 juta ton per tahun. CNBM akan membangun pabrik di Grobogan, Jawa Tengah, dengan kapasitas 2,3 juta ton per tahun. Perusahaan dari Tiongkok tersebut menggunakan merek dagang Semen Grobogan.

Medco Group juga berniat membangun pabrik semen di Gombong, Jawa Tengah, berkapasitas 2,5 juta ton per tahun. Kelompok usaha milik keluarga Arifin Panigoro ini mengusung merek dagang Semen Gombong. Adapun Fajar Semen Barru and Lucky bakal membangun pabrik berkapasitas 3,3 juta ton per tahun di Barru, Sulawesi Selatan, dengan merek dagang Semen Barru.

Agung Wiharto menyatakan, investasi untuk membangun pabrik semen baru sangat besar. Apalagi, jika pabrik membutuhkan infrastruktur pendukung, seperti pembangkit listrik dan pelabuhan.
"Investasi ini juga tergantung dari kondisi lahan yang perlu dibebaskan atau yang sudah dimiliki perusahaan, serta mesin-mesin yang digunakan. Kalau menggunakan mesin-mesin dari Tiongkok, mungkin investasi bisa lebih ditekan," ujar dia kepada Investor Daily.

Agung mengungkapkan, pembangunan pabrik semen membutuhkan waktu cukup lama. Sebagai gambaran, untuk membangun pabrik dengan kapasitas 3 juta ton per tahun, dibutuhkan waktu 33 bulan di lahan green field, dari mulai groundbreaking hingga beroperasi.

Agung menambahkan, SI juga tengah menyelesaikan pembangunan pabrik di Rembang dan Padang. Pabrik di Rembang membutuhkan investasi sekitar Rp 5 triliun dan di Padang Rp 4-4,5 triliun. Kedua pabrik yang berkapasitas masing-masing 3 juta ton ini diharapkan siap berproduksi Oktober 2016.
"Meski sudah mulai berproduksi akhir tahun ini, kami perkirakan baru bisa beroperasi 'penuh' dengan utilisasi 90% pada 2017," ujar dia.

SI juga berencana membangun pabrik semen di Aceh berkapasitas 3 juta ton per tahun, dengan investasi Rp 5 triliun. Perseroan telah membentuk perusahaan patungan dengan PT Samana Citra Agung, yang bernama PT Semen Indonesia Aceh. Proyek tersebut dibangun di lahan seluas 1.500 hektare (ha) di Kecamatan Batee dan Muara Tiga, Kabupaten Pidie.

Harga Turun

Jennifer Yapply menyatakan, tahun ini, lima pemain baru di industri semen mulai masuk pasar. Pertama adalah Anhui asal Tiongkok yang menjual semen merek Conch. Perusahaan ini memiliki pabrik berkapasitas 1,55 juta ton per tahun di Tabalong, Kalimantan Selatan. Kedua, Pan Asia dengan merek dagang Semen Bima yang memiliki pabrik di Ajibarang, Jawa Tengah, berkapasitas 2 juta ton per tahun.

Ketiga, Siam Cement asal Thailand, dengan merek dagang Semen Jawa. Kapasitas pabrik Siam Cement yang berada di Sukabumi, Jawa Barat, itu mencapai 1,9 juta ton per tahun. Keempat, Cemindo Gemilang dengan merek dagang Semen Merah Putih. Pabrik Cemindo berada di Banten dengan kapasitas 4 juta ton per tahun. Kelima, Jui Shin Indonesia dengan merek dagang Semen Garuda. Pabrik ini berada di Karawang dengan kapasitas produksi 2 juta ton per tahun.

Dia mencatat, para pemain semen baru berani mendiskon harga 5% dari harga produk tiga pemain besar, yakni Semen Indonesia, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (Semen Tiga Roda), dan PT Holcim Indonesia Tbk untuk area Jakarta. Bahkan, diskon mencapai 8-9% untuk satu sak semen ukuran 40 kg.

Anhui bahkan memberikan diskon 10% untuk wilayah Kalimantan Selatan. Berkat langkah itu, Anhui berhasil merebut pangsa pasar signifikan dari Indocement.
“Dari kasus yang terjadi di Kalsel, permintaan semen merek baru cukup kuat, kendati kesadaran masyarakat akan merek tersebut masih rendah. Selain itu, ketersediaan semen baru cukup baik,” kata dia.

Andre Susanto menilai, persaingan di industri semen bakal semakin keras, seiring kenaikan kapasitas terpasang industri semen. Tahun ini, dia mencatat, kapasitas produksi maksimal industri semen naik 19,6% menembus 100 juta ton. Adapun penjualan semen ditaksir hanya mencapai 66,4 juta ton, naik 10% dari tahun lalu sebanyak 60,4 juta ton.

“Produsen semen yang telah menaikkan kapasitas pabrik akan agresif menggenjot pangsa pasar agar utilisasi pabrik terjaga. Semua cara dilakukan, termasuk membanting harga jual yang dapat menggerus margin,” tulis Ciptadana.

Persaingan yang makin keras di wilayah Jawa menyebabkan, pada kuartal I-2016, pangsa pasar SI turun ke level 41,1% dari periode sama tahun lalu sebesar 43,7%, sedangkan Indocement turun dari 28% menjadi 27,3%. Seiring dengan itu, Danareksa Sekuritas memperkirakan, laba bersih SI turun 12% menjadi Rp 1 triliun kuartal I-2016, karena penurunan harga jual 0,4% dan volume penjualan terpangkas 2% menjadi 5,9 juta ton. Sementara itu, Holcim mampu mendongkrak pangsa pasar ke level 14,2% dari 13,4%, karena menggeser fokus pemasaran dari Jawa ke luar Jawa, seperti Sumatera.

Widodo mengatakan, untuk menyiasati ketatnya persaingan di dalam negeri, produsen semen melakukan sejumlah langkah strategis, salah satunya adalah dengan menggenjot ekspor. “Ekspor rencananya ditujukan ke negara-negara di Afrika, Sri Lanka, Bangladesh, Timur Tengah, Australia, Filipina, Papua Nugini, dan Timor Leste,” ujar dia.

Tahun lalu, ekspor semen mencapai 1 juta ton, naik 280% dari tahun sebelumnya 265,16 ribu ton. Sebanyak 561,76 ribu ton ekspor dalam bentuk semen dan sisanya 445,74 ribu ton berupa kerak semen (klinker).








Tidak ada komentar:

Posting Komentar